“Keinginan membuat sebuah wayang raksasa sebenarnya sudah ada di benak saya sejak tahun 2006 ketika saya lulus kuliah dari jurusan pedalanagnan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta,” ucap Margono, pendiri Sanggar Seni Wayang Gogon.
Pada tahun 2008, dia membuat sanggar wayang di sebuah rumah di RT 3 RW 10 kentingan, Jebres. Rumah yang sama tempat dulu dia indekos sewaktu masih mahasiswa. Dengan mempekerjakan sebvanyak 70 warga tempat asal desanya dan warga sekitar sanggarnya, dia mulai memproduksi wayang yang saat ini penjualannya sudah di eksport sampai ke mancanegara. Disanggar itulah dia kemudian memulai onsesinya dulu untuk membuat sosok semar raksasa.
“Sebenarnya semar raksasa tersebut awalnya tidak diperuntukkan untuk jokowi. Tetapi untuk acara Semar Boyong yang sejaqtinya akan dhelat di kota solo,” jelasnya.
Wayang tersebut pun dibuatnya. Tetapi sampai kemudian wayang tersebut jadi, acara yang dijanjikan oleh pemkot tersebut selalu mengalami penundaan dari tahun ke tahun. Alasannya, banyak ketidak sepaqkatan antara seniman muda dan seniman tua. Gogon, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa penundaan tersebut dikarenakan ada kalangan budayawan senior yang tidak setuju untuk boyong semar di kota solo, karena semar tersebut hasil karya gogon yang notabene masih berusia muda, kelahiran tahun 1978. Gogon kecewa.
“Dulu ada permintaan agar wayang tersebut diarak di Car free Day, tetapi saya tolak. Karena saya sudah terlanjur kecewa,” ungkapnya.
Baru setelah itu, gogon lalu berinisiatif memboyong semar tersebut ke Jakarta untuk dihibahkan ke museum wayang di sana. Gogon lalu mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk dengan sebuah truk yang membuat wayang tersebut terlipat-lipat karena tidak muat. Banyak pihak yang menyayangkan kenapa tidak menggunakan kendaraan yang lebih besar? Tetapi karena sudah teerlanjur, gogon pun tetap melaksanakan rencananya. Tanggal 9 desember, gogon boyong semar ke Jakarta.
“Dalam perjalanan ke Jakarta itulah, ada cerita unik yang mengiringinya. Entah itu kebetulan atau memang ada berbau mistis,” sambung gogon yang memang menggeluti dunia wayang karena memang sudah ada dalam darahnya. Bapaknya juga seorang penatah dan pendalang.
Dimagelang, tak disangka gogon dan rombonganya disambut bupati magelang dengan berbagai pentas seni tradisi di alun-alun. Perjalanan lalu dilanjutkan ke banyumas, dimana dia mendapat sambutan yang sama. Dari banyumas, gogon melanjutkan ke tegal dan diterima bupati tegal yang juga seorang dalang kondang, Ki Enthus Susmono. Dari situ, longmarch dilanjutkan sampai ke Jakarta.
“anehnya, meskipun selalu mendung tetapi rombongan kami tidak pernah ketemu hujan sepanjang perjalanan. Hujan hanya mengikuti atau mendahului perjalanan kami meskipun sepanjang perjalanan ke Jakarta langit selalu mendung. Di tegal misalnya, disana selama dua hari hujan. Ketika sampai sana pas sudah terang. Begitu juga di tempat-tempat lain,” terang pria yang baru saja mendapat seorang anak 4 bulan lalu tersebut.
Maklum saja cerita hujan ini menjadi istimewa. Karena bila rombongan kehujanan, dipastikan wayang semar akan rusak karena dibawa di atas bak terbuka dan hanya ditutupi kain plastic. Dan cerita hujan ini masih berlanjut. Sesampai di monas, gogon yang awalnya ingin menghibahkan semar ke museum wayang urung dilaksanakan. Karena pihak museum mengabarkan, bahwa diperlukan proses administrasi dan sebagainya, sehingga terpaksa hibah harus diundur tahun 2014. Dalam kondisi bingung, gogon lalu memikirkan akan diapakan wayang tersebut. dan lalu terpikirlah sebuah ide untuk menyerahkan wayang tersebut pada jokowi. Lagipula kakarkter semar ini lekat dengan jokowi, yakni sebagai pengayom masyarakat. pada saat itu, sekitaran monas hujan, tetapi tidak di tempat gogon berada.
“Di situ pula saya lalu menyadari, bahwa wayang semar ini selalu berkaitan dengan angka 11. Jumlah kelompoknya termasuk sopir 11 orang. Saya membuat wayang dari 9 kulit kerbau dan 2 kulit kambing, jadinya 11 juga. Sampai di Jakarta tanggal 11 juga,” ceriteranya.
Pagi tanggal sebelas, gogon berangkat ke balai kota Jakarta untuk menyerahkan wayang pada jokowi pada jam 11. Dalam perjalanan, hujan masih juga menghindar dari rombongan gogon. ketika keluar kawasan monas, hujan mengguyur monas. Dan sepanjang daerah yang dilalui ke balai kota hujan tiba-tiba berhenti. Pukul sebelas lebih sedikit, gogon diterima jokowi.
“oleh pak jokowi, wayang tersebut lalu diletakkan di museum wayang. Dan akhirya, museum wayang langsung menerimanya karena wayang tersebut sudah atas nama jokowi. Wayang semar raksasa akhirnya sampai di tujuannya,” pungkasnya

Tidak ada komentar:
Posting Komentar