Minggu, 08 Desember 2013

caleg dan tyrex

iki pentase




Caleg rupanya sosok yang menarik hati bukan hanya para pemilih, tapi juga bagi para seniman, termasuk pula Jemek Supardi yang mengisahkannya dalam pentas bertajuk Calegbrutussaurus

Jemek supardi, aktor senior dalam dunia pantomim tersebut berpentas tunggal dalam pergelaran bertajuk Calegbrotossaurus di Taman Budaya Yogyakarta Rabu (18\3). Sesuai judul yang disematkan pada pentas kali ini, tema yang diusung tentu saja tak jauh dari gawean politik nasional yang berlangsung sekarang ini, yaitu pemilu.

Koridor societet de militer dilejali dengan poster Jemek Supardi yang nyaleg dan slogan-slogan berbau politis. Di pintu masuk ruang pertunjukan, penonton wajib mencelupkan jari ke dalam tinta. Sekilas situasi mirip Pemilu. Penonton padat memenuhi tribun. Ketika Jemek muncul di sela-sela tribun penonton dengan kostum khas para caleg, setelan jas berpadu dengan peci hitam lengkap dengan sebingkai kacamata yang hitam pula. Diiringi tim suksesnya, Sang caleg membagi-bagikan amplop ke para penonton, bukan sebuah satire tentu saja, karena praktek money politic memang sudah mentradisi dan menjadi mekanisme yang sah dalam demokrasi kita, lho? Orasi-orasi bergema, mendendangkan nama Jemek sebagai orang suci sejenis gandhi atau bunda Teresa.  Lagu pemilu Masih berkumandang dengan merdunya, mengiringi sang caleg yang sedang sibuk menebar pesona amplopnya.


TENTANG CALEGBRURUSSAURUS
Setelah hingar bingar di kerumunan penonton, sang caleg bergerak menuju panggung dan menemukan kegelisahanya, bilik kotak suara. Tiga kerangka kotak menempati pangung, dingin dan kaku. Jemek berolah, sepintas mengingatkan gaya Charlie Chaplin. Mengeksplorasi bilik suara tersebut dengan mimenya. Matanya curiga, mimiknya waspada, bolak-balik menyambangi bilik tersebut satu persatu. Ketika suara menjadi begitu berharga, maka ribuan rayu menghujam di telinga-telinga, mata-mata dan kantung-kantung kita. Dalam bilik suara, segala rayu dan janji dipertaruhkan. Bilik suara menjadi ruang yang panas sebenar-benarnya, menyangkut ukuran bilik tersebut tentu saja. Dan yang menjadikanya lebih pengap adalah karena disana penuh dengan intrik personal para pemilih maupun yang berkepentingan. Segala cara dilakukan demi suksesi di bilik suara. Rasa curiga meneror, kepercayaan menjadi sesuatu yang teramat mahal. Dalam Teror Bilik Suara, sebuah sesi pertama dari trilogi tersebut, bilik suara menjadi medan tempur, dimana selintas kerling mata dan sesungging senyum bisa menjadi berbahaya dan bisa dikategorikan sebagai tindakan subversif.
Calegbrutussaurus adalah sebuah trilogi tentang caleg, sosok yang begitu dipesonakan oleh suara. Sosok yang kadang-kadang menjelma menjadi suci, agung dan bijaksana. Dan banyak dari mereka terbuktikan menjadi sosok yang memang kadang-kadang menjadi brengsek. Mahluk jenis ini adalah jenis spesies yang mudah gelisah, yang wajib mengumbar janji, dan kerap kali harus dibungkus dengan sedikit pemanis demi suara-suara. Spesies yang ini terkadang harus akrab dengan curiga. Yang terkadang pula menangisi kekalahan dengan sedikit kegilaan seperti ditunjukkan Jemek dalam bagian ketiga trilogi tersebut, Teror Gambar Dalam Poster. Ketika modal ratusan juta tertukar poster-poster yang teronggok dalam kantong sampah, atau sekedar menjadi bungkus tempe goreng.
Sang caleg muncul  ke dalam panggung. Jalanya gontai, wajahnya lesu, ekspresinya begitu kaku. Dilepaskanya menyisakan celana kolor. Dengan sinis Dipandanginya satu persatu poster yang memuat fotonya. Dan akhirnya memang ketahuan, spesies ini ternyata masih satu ordo dengan spesies homo sapien yang punya harga diri dan rasa malu. Dunia sang caleg tiba-tiba menjadi begitu rapuh ketika suara-suara tidak tertambat dalam jalanya. Diambilnya sebotol minuman keras, tentu saja dalam perspektif pantomim. Ditenggak sampai ke botol-botolnya. Marahnya berbaur dengan sesal dan malu. Sang caleg mengumpat dengan tubuhnya, melampiaskan kekesalan dengan kencing yang diguyurkan ke posternya sendiri.
Memang tak salah baginya untuk mengusung kebrengsekan para caleg pada pementasanya, termasuk duka para caleg ketika hamburan modal untuk kampanye menguap dan  menertawakan kekalahan mereka dalam jenaka seperti dalam pentas Jemek kali ini. Hanya saja kadang-kadang kita terjebak pada situasi dimana kita kemudian terlalu antipati terhadap  keberadaan caleg, adanya pesta demokrasi yang bernama pemilu untuk menopang kelangsungan demokrasi. Caleg, tentu saja memang sering menjadi kambing hitam dalam soal ini. Hanya karena banyak dari mereka yang memang brengsek,  tapi tetap saja kita membutuhkan suatu sistem bernama pemilihan umum, dimana keberadaan spesies bernama caleg ini  ternyata masih juga dibutuhkan kehadiran dan eksistensinya. Bahkan terkadang dirindukan janji-janjinya. Dan jemek telah membuktikan bahwa ternyata calegbrutussaurus ternyata adalah sejenis manusia juga.



TENTANG JEMEK SUPARDI
Jemek Supardi, sosok lelaki yang terlahir sekitar 52 tahun lalu ini memang secara konsisten menekuni dunia pantomim sebagai media yang digelutinya. Alkisah karena kemampuan menghafal naskahnya dalam ranah keteateran yang memang kendor, maka diapun banting setir ke pantomim yang dipahaminya sebagai suatu media lebih mudah karena ketiadaan dialog secara verbal. Dan memang di ranah inilah dia berkonsistensi. Sejak pementasan sketsa-sketsa Kecil di tahun 1979, dia memulai petualanganya sebagai pantomimer sampai saat ini yang kurang lebih telah mencakup puluhan karya.  
Dalam umur yang terhitung sudah tidak muda lagi, kemampuan jemek dalam mengolah tubuh menjadi suatu media bahasa yang inspiratif merupakan kelebihanya. Bergulat dengan tubuh yang makin renta tentu saja bukan suatu hal yang mudah, terlebih dalam pantomim yang menggunakan tubuh sebagai pemakna.
Seni pertunjukan bisu ini merupakan seni pertunjukan yang telah mampu berdiri sendiri, sebagai salah satu media yang komunikatif dalam kontek seni pertunjukan. Sehingga para pantomimer terutama jemek telah diakui eksistensinya. Bukan hal mudah untuk konsisten selama puluhan tahun dalam dunia pantomim yang kerap dipinggirkan sebagai salah satu bentuk seni pertunjukan bagi pria yang menurut kabar burung dikategorikan bengal ketika masa mudanya ini. 
Dan Jemek supardi, yang mencalonkan diri dengan mengusung partai “Pantomim Jelas Bisu”, dengan slogan partai “Sudah teruji dan terbukti; Pantomim Tanpa Bicara Banyak Bekerja” memang sudah teruji dan terbukti.
 lanjutken deh...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar