Kamis, 19 Desember 2013

bukan musik biasa

Dua kutub musik yang berseberangan selalu memuncuulkan kemungkinan-kemungkinan baru ketika ditumbukkan. Meski dalam notasi nada yang bebeda, dengan kemampuan untuk mencari celah, harmonisasi sebuah komposisi bisa didapatkan lewat celah-celah yang selalu memunculkan kemungkinan-kemungkinan gaya dan warna baru dalam music.

Keuniversalitasan musikalitas alat music dari dua kultur yang berbeda kembali disuguhkan dalam Bukan Musik Biasa #37 di Pendapa Wisma Seni, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), selasa (27/11). Tiga orang penyaji menampilkan komposisi mereka dengan beragam alat dan teknik sehingga selalu memunculkan potensi musikalitas yang jarang didengar. Apostolos misalnya, musikus asal Yunanio tersebut mencona mengkombinasikan dua alat music dari dua kutub yang berbeda sehingga memunculkan harmonisasi antara musikalitas etnik dan modern. Apostolos bereksperiman dengan kombinasi antara flute dengan gamelan jawa. Komposisi dari perpaduan antara etnik dan modern tersebut menghasilkan sebuah komposisi yang masih terasa kental nuasnsa etniknya, dibalut dengan nada-nada flute yang membalutnya. Komposisi yang dihasilkan tidak membuat satu kutub music menghilang, tapi saling mengisi. Nada-nada khas tercipta diantara celah notasi gamelan dan flute yang berbeda.
 Penyaji lain, Aji Agustian, bersama salah seorang rekan lainnya mencoba bereksperimen secara teknik dengan memainkan gitar dengan teknik memainkan cello. Menurutnya, eksperimen tersebut memang didasarkan pada kecintaannya pada music orchestra klasik. Dengan dasar itulah, Aji mencoba untuk menggali kemungkinan-kmungkinan nuansa music orchestra klasik dari gitar. Alat-alat music petik dicoba untuk disimultankan dengan pendekatan kwartet alat music gesek untuk menghasilkan nuansa kwartet orchestra.
“Awal mula kami ingin meniru format musik kwartet gesek namun menampilkanya bukan menggunakan alat gesek pula. Namun, lebih mengarah pada penampilkan dengan alat musik petik, yakni gitar dan bass,” terangnya. 

Sementara itu komunitas Dasanama, penyaji terakhir dalam BMB ke 37 tersebut mencoba untuk menubrukkan beragam instrument alat music gesek dengan suara sopran. Komposisi yang dihasilkan menghasilkan nada-nada ritmis yang saling bersaut.

 Etnomusikolog ISI Solo, Danis Sugiyato mengatakan bahwa pentas music malam itu menampilakn kekuatan musikalitas tran-musikal. Dimana komposisi-komposisi yang dibuat adalah sebuah bentuk pencarian musikalitas dengan beragam konsep serta perbenturan dua kutub music yang berbeda.
 “Pastinya, dari ketiga penampil ini mereka telah mampu menghasilkan susunan nada yang pas. melalui kombinasi nada-nada dari berbagai alat music khas dari berbagai daerahnya masing-masing,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar