Sejarah singkat wayang orang sri wedari; dari kesenian keraton menjadi kesenian rakyat
Sejarah kelompok wayang orang sri wedari sudah terentang panjang selama 103 tahun. Awal mulanya, kesenian tersebut merupakan kesenian eksklusive keraton kasunanan yogyakarta dan mengkunegaran. Sebelum tahun 1895, kesenian ini masih mengadopsi konsep pemanggungan pendapan, yakni wayang orang dimainkan di pendopo keraton. Sekitar tahun 1895 itulah, keraton manhkunegaran mengalami krisis keuangan sehingga Mangkunegara VI membubarkan kelompok wayang orang yang merupakan abdi dalem istana tersebut.
Koordinator Wayang Orang Sriwedari, Agus Prasetyo menjelaskan bahwa setelah dibubarkannya kesenian wayang orang tersebut, para seniman wayang orang tersebut lalu mengembangkannya di kampung-kampung. Dan pada akhirnya, seorang tokoh keturunan cina bernama gan Kam melihat celah untuk mengkomersilkan kesenian wayang orang yang sejatinya merupakan kesenian elite keraton tersebut. Oleh gan Kam, format wayang orang dimodifikasi dengan menggunakan kosep pemanggungan modern atau konsep teater barat seperti sekarang ini, seperti bentuk panggung, tata cahaya, sound sistem dan sebagainya yang sampai saat ini masih digunakan.
“Dulu banyak petinggi keraton yang menentang kesenian elite keraton dipentaskan di masyarakat umum. Tetapi oleh Pakubuwono X, kesenian dari mangkunegaran tersebut direstui dan dibina,” jelasnya.
Agus menambahkan, bahwa restu pakubuwono tersebut sedikit banyak bermotif politik. Ada anggapan yang mengatakan bahwa upaya pakubuwono X untuk mengakomodasi wayang orang tersebut karena ingin menuinjukkan pada khalayak, bahwa kesenian mangkunegaran lebih rendah daripada kesenian keraton kasunanan.
Lalu oleh pakubuwono X, pada tahun 1910 kesenian wayang bentukan Gan Kam lalu diakomodasi dengan memberikan mereka tempat pementasan di kebon Rojo, nama asli dari komplek taman sri wedari sekarang. Dan sampai sekarang, pada tahun itulah kesenian wayang orang sri wedari secara resmi lahir.
“Konsep pemanggungan wayang orang sri wedari inilah yang menjadi cikal bakal wayang orang saat ini. dan bisa dikatakan, konsep kesenian tradisi yang diusung dalam konsep pemanggungan modern ini merupakan kali pertama sejarah teater modern di indonesia,” tambahnya.
Dalam masa kejayaannya yang pertama, pada waktu awal-awal berdirinya wayang orang sriwedari sangat diminati masyarakat. Maklum saja, karena sebelumnya kesenian tersebut hanya bisa ditonton oleh elite keraton. Walhasil, pada saat itu kepopuleran wayang orang sri wedari mampu menyaingi kepopuleran bioskop. Puncak kejayaan wayang orang ini sampai di titik kulminasi sampai dengan akhir tahun 1970an ketika budaya populer mulai masuk lewat televisi. Karena bersifat instant dan terdistribusi melalui media massa, akhirnya wayang orang sri wedari kalah populer dan mulai sepi penonton.
“dulu pada saat jaya-jayanya, Tidak seperti sekarang, penonton harus antri tiket dan bahkan sudah ada calo karena saking populernya kesenian tersebut,” sambungnya.
Sedang untuk periode pengelolaanya, wayang orang Sri wedari pun sempat beberapa kali berganti manajemen. Sampai dengan tahun 1945, kelompok ini masih berada di bawah naungan kasultanan surakarta sampai kemudian kasultanan menleburkan diri dengan republik indonesia. Pengaturan wayang orang sri wedari pun berpindah di bawah kepemimpinan dinas terkait sam[pai dengan sekarang.
“Perbedaanya ialah jika waktu dibawah kasultanan, para pemainnya berstatus abdi dalem, maka di bawah pemerintah status pemain wayang orang sri wedari adalah pegawai begeri sipil,” paparnya.
Dalam rentang 103 tahun, kesenian wayang orang Sriwedari (WOS) adalah bukti eksistensi yang panjang sebuah seni tradisi yang masih bertahan sampai saat ini. Dalam catatan sejarah yang panjang itu pula, WOS tercatat tidak pernah mengalai kevakuman pementasan, walaupun mengalami pasang surut jumlah penonton. Sekarang ini, upaya pelestarian salah satu monumen kesenian non artefak tersebut terus diupayakan untuk menjaga kelangsungan kesenian yang kian surut oleh agresi kebudayaan modern tersebut. Berbagai kendala menghampiri eksistensi WOS, dari mulai gedung yang sudah compang camping hingga speaker taman hiburan sri wedari yang langsung menghadap ke gedung wayang orang tertua di indonesia tersebut. Sebagai salah satu identitas budaya kota solo, sudah selayaknya jika wayang orang menjadi prioritas untuk dijaga keseltariannya, termasuk juga dari distorsi suara dangdut saat pementasannya.
Kasi seni budaya dan kesenian disbudpar kota solo, sudyanto menjelaskan, bahwa untuk saat ini pemain wayang orang sri wedari terdiri dari tiga status, yakni tenaga magang, honorer, serta pegawai negeri sipil dari jumlah keseluruhan pemainnya sebanyak 72 orang. Dimana untuk yang berstatus PNS ada sebanyak 37 orang, 11 wiyata bhakti dan 23 pemain magang yang tidak digaji. Upaya peningkatanprofesionalisme WSO juga dilakukan dengan perekrutan-perekrutan dari sarjana seni.
“Kita ingin agar wayang orang sriwedari tetap lestari dan semakin profesional baik dalam ppemanggungan maupun dalam manajemen,” ujarnya.
saat ini peningkatan jumlah penonton penonton wayang orang sriwedari saat ini cukup signifikan setelah sebelumnya sempat mengalami kemerosotan. Berbagai upaya yang dilakukan untuk kelestarian WSO antara lain dengan mengadakan berbagai agenda yang melibatkan eksistensi wayang orang di berbagai event. Antara lain pada kirab-kirab budaya, pentas-pentas gabungan dengan paguyuban wayang orang dari berbagai kota, hingga mengadakan konsep pementasan yang lebih interaktif dengan penonton.
"sekarang ini jumlah penonton untuk hari jum'at dan sabtu mencapai 200 orang. Sementara hari biasa paling cuma belasan orang. Tetapi kalau dirata-rata perminggunya sebanyak 50 penonton per hari," ujarnya.
Untuk meningkatkan kembali animo masyarakat dengan wayang orang, WSO juga sempat menjalin kerja sama dengan dinas pendidikan. Dimana menonton wayang orang menjadi salah satu kegiatan keilmuan di sekolah tersebut. Begitu juga dengan pengadaan-pengadaan festival wayang orang untuk anak-anak.
Upaya lain agar penonton mengerti dengan cerita dan alur wayang orang yang dipentaskan adalah pemasangan screen di sebelah panggung. Dalam screen tersebut, sinopsis cerita wayang ditampilkan agar penonton dapat mengetahui alur cerita. Maklum saja, untuk penonton dari kalangan anak muda, kebanyakan memang tidak mengerti dialog wayang orang yang memakai bahasa jawa.
“Nanti kami juga akan menyediakan informasi tentang inti atau kesimpuan cerita wayang orang yang dipentaskan. Sehingga nilai-nilai yang dikandung dalam cerita juga bisa dimengerti oleh para penonton,” sambungnya.
Disisi lain, dengan harga tiket Rp 3000 perak memang tak bisa banyak diharapkan bahwa kesenian ini mampu menghasilkan PAD yang banyak. Nominal yang telah bertahan selama belasan tahun ini memang agak dilematis, bahwa terkesan harga tiket tersebut tidak ngregani kesenian itu sendiri. Harga tiket tersebut seperti tidak menunjukkan bahwa kesenian orang mempunyai wibawa, kalah dengan harga tiket dangdut di taman Hiburan sri wedari yang tiketnya mencapai Rp 10 ribu rupiah.
titik titik titik titik titik
Adalah bambang sumantri, ksatria gagah rupawan putra pendeta sakti sekaligus menjadi patih negara maespati. Tak ada cacat dalam pengabdiannya kepada raja arjuna sasabahu, kecuali bahwa sumantri mengorbankan adiknya, Sukrasana, sesosok raksasa berwajah buruk untuk mencapai posisi yang diduduki sumantri. Sukrasana yang sampai dengan ajalnya setia pada sumantri, yang sejatinya telah menolong sumantri untuk memindahkan taman sriwedari sebagai syarat dirinya menjadi patih, akhirnya dibunuh oleh tangan sumantri sendiri yang tak kuat menanggung malu mempunyai adik yang bertampang buruk. Sementara sumantri sendiri tetap menyongsong dalam perang melawan dasamuka sebagai tanggung jawabnya sebagai seorang patih. Meski sumantri sudah mengetahui bahwa pertempuran itu akan menjemput ajalnya, sebagaimana sudah diberitahukan sukrasana.
sedikit dari petilan kisah "sumantri ngenger" yang dipentaskan dalam pertunjukan wayang orang di gedung wayang orang (GWO) sri wedari tersebut adalah sebuah lakon, yang jika didalami dan dihayati, banyak menyimpan nilai dan sifat manusia yang masih kontekstual sampai saat ini.Pemerhati dan pelaku budaya, ST Wiyono menjelaskan bahwa dalam cerita epos mahabarata dan ramayana, kitab yang menjadi sumber ceritera wayang orang, setiap tokoh tidak digambarkan dalam hitam putih. Para tokohnya selalu ditampilkan dalam abu-abu, sebuah pengakuan dan kesadaran bahwa sebenarnya tak ada satupun sosok yang sempurna. Bahkan dalam cerita wayang, sosok bathara juga diriwayatkan mempunyai khilafnya sendiri. Seluruh tokoh dalam pewayangan mempunyai peran masing-masing yang tak bisa dihilangkan dalam konsep satu kesatuan cerita. Setiap watak dalam tokoh tersebut tak melulu baik dan jahat. Tokoh dalam pewayangan lebih mencerminkan kemampuan manusia yang terbatas. Bahwa setiap tokoh mempunyai potensi untuk berbuat baik dan jahat. Sebagaimana sumantri, ksatria yang lupa diri dengan adiknya. Disisi lain, sumantri adalah ksatria yang rela menjemput ajal untuk menjaga tugas yang diembannya.
Kompleksitas karakter tersebut pulalah yang membuat penokohan seorang aktor wayang orang menjadi lebih sulit daripada teater tradisi. Bukan bermaksud membandingkan, tetapi dalam wayang orang, seorang aktor harus mampu menari dan syukur-syukur bisa bernyanyi, serta kemampuan untuk mensinkronisasikan gerak dengan iringan gamelan. Dalam dialog wayang orang misalnya, terdapat istilah Ontowocono atau teknik dialog yag baku. Semisal karakter suara gatotkaca yang berat serta arjuna yang halus. Itu semua harus benar-benar dikuasai oleh pemain wayang orang.
“sementara kalau dari perbandingan antara bentuk teater modern dan tradisi seperti wayang orang, secara teknik wayang orang ini lebih sulit,” ungkapnya.
Untuk pementasa dalam Wayang Orang Sriwedari (WSO), ST Wiyono menilai bahwa saat ini secara teknis menari memang mengalami peningkatan kualitas. Hanya saja dalam pendalaman karakter, para pemain wayang orang sri wedari sekarang masih kalah dari para pendahulunya. Wiyono menilai bahwa faktor background para pemain menjadi salah satu perbedaan karakter WOS sekarang dan dulu.
“Sekarang kan pemainnya diambil dari para sarjana seni, jadi mereka memang matang secara teknik. Tetapi secara pendalaman masih kalah dengan generasi terdahulu yang kaya akan wawasan dan pengetahuan tentang ceritera wayang mereka menjadikan wayang orang sebagai bagian integral dalan kehidu[pannya,” bebernya.
Secara umum, kesenian wayang orang sekarang ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain dari kacamata rekreaqsi atau hiburan, edukasi serta terakhir aspek kultural. Dan khusus untuk fungsi WOS sekarang ini, Wiyono menilai bahwa WOS masih condong hanya menjadi aspek hiburan saja. Sementara aspek kultural ataupun aspek edukasinya belum tergarap secara maksimal. Sementara dalam frame industri dan kesenian, WOS sendiri belum bisa dikatakan mantap. Menurutnya, perlu dilakukan beberapa modifiikasi agar kesenian ini mampu bersaing dengan industri hiburan modern lainnya. Dibutuhkan sebuah penyegaran seperti aspek penutradaraan, kepenulisan naskah ataupun pemanggungan yang lebih kreatif. Bila WOS mampu mensinergikan aspek-aspek tersebut, maka dipastikan bahwa kelestarian WOS sebagai bagian dari sejarah kebuadayaan solo akan tetap bertahan.
“Semisal sekarang ini, banyak dalang handal yang memodisikasi wayang dalam bahasa yang lebih komunikatif atau meminimalisir bahasa-bahasa yang sulit sehingga bisa mudah diterima masyarakat. Karena sejatinya budaya itu bersifat progresif, alias selalu berubah untuk beradaptasi. Yang pasti abadi adalah perubahan itu sendiri,” paparnya.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar